Artikel

Hubungan Kemampuan Manusia dan Penalaran
  Diterbitkan oleh Heri Isnaini on 2 years ago

Manusia diciptakan Tuhan dengan dibekali kemampuan akal yang sempurna. Dengan kemampuan ini, manusia dapat mengembangkan kebudayaannya pada taraf yang sangat tinggi. Ada 3 kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia, yakni: kognitif, afektif, dan konatif. Ketiganya, menjadi modal manusia dalam mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik. Kemampuan kognitif adalah kemampuan manusia yang berlandaskan rasio/akal. Kemampuan ini lebih ke arah mendalami, mengerti, menghayati, dan mengingat apa yang diketahui.

Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berlandaskan rasa. Kemampuan afektif  bersifat tidak netral, rasa menghubungkan manusia dengan sumber kegaiban. Melalui rasa, manusia dapat merasakan apa yang diketahuinya sehingga dengan rasa pula manusia lebih menjadi manusiawi. Sedangkan kemampuan konatif adalah kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan, konatif merupakan daya untuk mencapai atau menjauhi apa yang didikte oleh rasa. Dengan kata lain, Kognitif adalah kemampuan untuk mengetahui dengan rasio/akal yang dapat dirasakan dengan afektif  kemudian konatif adalah kemampuan atau daya untuk mencapai/menjauhi apapun yang didikte rasa.

Ketiga kemampuan tersebut berkelindan menjadi kekuatan yang dapat menjadikan manusia lebih beradab. Manusia mempunyai kesadaran untuk dasar berfungsinya ketiga kemampuan yang dimiliki (kognitif, afektif, dan konatif) yang disebut kesadaran consciousness yang menjadi bukti keperiadaan manusia itu sendiri (eksistensi).

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Artinya, ada keterkaitan pengetahuan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid (sahih) bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.

Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesimpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus. Atau dengan kata lain bisa didefinisikan, logika deduktif adalah penalaran yang dimulai secara umum (a-priori) dan berakhir secara khusus (pengetahuan analitik). Sebaliknya, logika induktif adalah penalaran yang dimulai secara khusus (a-posteriori) dan berakhir secara umum (pengetahuan sintetik).

Dengan demikian, proses untuk mencapai kebenaran ilmiah baik melalui logika induktif  maupun dengan logika deduktif dilakukan melalui kemampuan kognitif (kemampuan rasio/akal/IQ), kemampuan afektif (rasa/kreatifitas/ESQ), dan kemampuan konatif (karsa/will). Manusia mempunyai kesadaran untuk dasar berfungsinya ketiga kemampuan yang dimiliki tersebut (kognitif, afektif, dan konatif) yang disebut kesadaran consciousness. Kesadaran consciousness tersebut adalah modal dasar manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan cara penalaran, baik secara deduktif ataupun induktif. Sebab, kesadaran consciousness menjadi bukti keperiadaan manusia (eksistensi). Keperiadaan manusia itu juga ditandai dengan perolehan ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan cara befikir melalui penalaran. Dengan kata lain, ada hubungan yang sangat mendasar antara kemampuan manusia dengan penalaran.


Berlangganan di Blog CLS IKIP Siliwangi
Arsip
  • July 2022 (1)
  • April 2022 (1)
  • March 2022 (3)
  • February 2022 (1)
  • January 2022 (44)
  • December 2021 (1)
  • August 2021 (68)
  • July 2021 (140)