Artikel

PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
  Diterbitkan oleh Heni Nafiqoh on 2 years ago

PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

HENI NAFIQOH, M.PD

IKIP SILIWANGI

 

A. Pengertian Pembelajaran Problem Based Learning.

Pembelajaran berbasis masalah atau sering dikenal dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dipusatkan pada siswa melalui pemberian masalah dari dunia nyata di awal pembelajaran. Menurut Duch dalam Suharia (2013) PBL adalah model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah dalam kehidupan.

Problem Based Learning (PBL), merupakan salah satu model pembelajaran pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran dengan tujuan untuk melatih siswa menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Utomo dkk, 2014:6).

Kohar dalam Lien Erwiyati menyatakan metode pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) memadukan sejumlah teori dan prinsip pendidikan yang saling melengkapi ke dalam suatu desain pembelajaran. PBL mengandalkan strategi belajar yang berpusat kepada siswa (Student Centered), kolaboratif, kontekstual, terpadu, diarahkan sendiri, dan reflektif.

Problem Based Learning adalah suatu situasi belajar dimana masalah yang mendorong pembelajaran. Anak-anak menemukan mereka membutuhkan informasi atau kemampuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Untuk melakukannya, mereka perlu mengetahui bagaimana mendapatkan informasi dan bagaimana menggunakan pemikiran kritis dan kemampuan problem solving (menyelesaikan masalah). Problem based learning adalah metode belajar yang berpusat pada siswa dimana pelajar secara bertambah menjadi tidak tergantung pada guru, yang menyarankan materi pendidikan dan memberikan arahan (SIU, 2002) dalam Helmut.

Sejalan dengan pendapat Ridwan (2015) menjelaskan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dalam penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan membuka dialog. Sedangkan pendapat Barrow (dalam Huda, 2013) menjelaskan bahwa PBL sebagai pembelajaran yang dihasilkan melalui proses bekerja menuju pemahaman dari suatu masalah yang ditetapkan pada awal proses pembelajaran. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan dan di alami oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

 

B. Karakteristik Pembelajaran Problem Based Learning.

Menurut Wina (2009), terdapat tiga karakteristik pemecahan masalah, yakni pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif, tetapi dipengaruhi perilaku. Kemudian hasil pemecahan masalah dapat dilihat dari tindakan dalam mencari permasalahan. Selanjutnya pemecahan masalah merupakan proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memiliki beberapa karakteristik, sebagai berikut:

Ø  Mengorientasikan peserta didik kepada masalah autentik dan menghindari dari pembelajaran terisolasi.

Ø  Berpusat pada peserta didik dalam jangka waktu yang lama.

Ø  Menciptakan pembelajaran interdisiplin.

Ø  Penyelidikan masalah auntentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis.

Ø  Menghasilkan produk/ karya dalam memamerkannya.

Ø  Mengajarjan kepada peserta didik untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang.

Ø  Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (cooperative).

Ø  Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.

Ø  Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran.

Ø  Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.

Ø  Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri. (Trianto, 2015)

Menurut Arends dalam Trianto (2009), model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berdasarkan masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:

·       Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi peserta didik.Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

·       Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada pelajaran tertentu (ilmu alam, matematika, dan ilmu sosial), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk dipecahkan.Peserta didik meninjau permasalahan itu dari berbagai mata pelajaran.

·       Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk masalah nyata.Peserta didik harus menganalisis dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan percobaan (bila diperlukan), dan menarik kesimpulan.

·       Menghasilkan produk dan mempublikasikan. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan.

·       Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan keterampilan sosial.

 

C. Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning.

Pembelajaran Berbasis Masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Arends (2008:70) bahwa : “Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah,belajar peranan orang dewasa secara autentik, memungkinkan siswa untuk mendapatkan rasa percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya sendiri, untuk berfikir dan menjadi pelajar yang mandiri”. Jadi dalam Pembelajaran Berbasis Masalah tugas guru adalah merumuskan tugas-tugas kepada siswa bukan untuk menyajikan tugas-tugas pelajaran.

Tujuan model Problem Based Learning (PBL) menurut Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010) secara lebih rinci antara lain, sebagai berikut:

a. Membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah.

b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata.

c. Menjadi para peserta didik yang otonom atau mandiri.

 

D. Manfaat Pembelajaran Problem Based Learning.

Adapun manfaat dari Pembelajaran Berbasis-Masalah diantaranya sebagai berikut:

1. Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based-Learning) akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep diterapkan.

2. Dalam situasi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based-Learning), siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis, sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori akan mereka temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung.

3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based-Learning) dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa, motivasi internal untuk belajar dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam belajar kelompok.

 

E. Ciri Utama Pembelajaran Problem Based Learning.

Pembelajaran Problem Based Learning memiliki 3 ciri utama yaitu :

1. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya manyimpulkannya.

2. Aktifitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

 

F. Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning.

Menurut Suprijono (2010:73) bahwa pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima fase dan perilaku. Fase 1: memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa, fase 2: mengorganisasikan siswa untuk meneliti, fase 3: membantu investigasi mandiri dan kelompok, fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit dan terakhir fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah (Sunaryo, 2014:43). Peran seorang guru dalam pembelajaran berbasis masalah antara lain: (1) Merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar; (2) Menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri dan pembelajaran teman sebaya; (3) Menfasilitasi proses PBM yaitu mengubah cara berpikir, mengembangkan ketrampilan inquiri dan menggunakan pembelajaran kooperatif; (4) Melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, berpikir kritis dan berpikir sistematis; (5) Menjadi perantara proses penggunaan informasi (Rusman dalam Oktaviarini, 2015:79).

Pertama, kegiatan pembelajaran dirancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar. Melalui permasalahan yang kontekstual memberikan kemudahan bagi siswa untuk menalar dan mencari alternatif solusi. Guru mengemukakan sebuah permasalahan untuk dipecahkan oleh siswa. kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4 sampai dengan 5 orang setiap kelompok. Setiap kelompok bekerjasama dan berdiskusi membicarakan tentang cara untuk memecahkan masalah yang dikemukakan oleh guru. Meskipun diskusi siswa di taman kanak-kanak hampir seperti perdebatan kecil anak-anak tapi itu cukup efektif dalam melakukan diskusi. Memahami masalah yang dikemukakan dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Kedua, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan berkomunikasi dan bekerja satu sama lain sehingga akan terbentuk kinerja tim yang saling melengkapi.(Baharun & Mundiri, 2011) Siswa taman kanak-kanak lebih suka beraktivitas yang melibatkan fisik dari melihat dan mendengarkan. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator serta menyediakan kelas yang kondusif bagi kegiatan belajar siswa. Guru dapat memberikan intervensi apabila dirasa siswa mulai mengalami kesulitan dalam kelompoknya. Guru dapat mengarahkan siswa ke dalam tahapan yang semestinya dan memberikan saran dan masukan sesuai kebutuhan. Guru memberdayakan kemampuan setiap siswa dalam tim agar dapat saling bekerjasama dengan baik. Pembagian kelompok yang heterogen dan proporsional dapat memberikan dampak yang positif terhadap kerjasama kelompok.

Ketiga, guru menekankan pada pembelajaran kooperatif siswa. masalah yang dipecahkan perorangan hasilnya akan lebih baik apabila dipecahkan oleh beberapa orang yang saling bekerjasama. Cara berpikir siswa dapat dirubah melalui kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung bagi siswa. melalui berbagai pengalaman, siswa mulai belajar mematangkan cara berpikirnya agar menjadi lebih baik. Cara berpikir tersebut yang menentukan apakah siswa dalam kelompok saling bekerja sama atau bekerja sendiri-sendiri. Melalui pembelajaran kooperatif dan memaksimalkan kemampuan setiap siswa, setiap kelompok akan memiliki banyak cara untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran. Siswa taman kanak-kanak memiliki kesulitas untuk bekerjasama, akan tetapi apabila salah seorang siswa berhasil melakukan sesuatu maka yang lain akan mengikutinya.

Keempat, setiap kelompok membuat perencanaan yang sistematik tentang proses pemecahan masalah pembelajaran. Melalui perencanaan tersebut, siswa dapat membagi tugas kepada masing-masing siswa untuk menyelesaikan setiap tahapan yang telah direncanakan. Anak-anak lebih suka merencanakan sebelum melakukan. Siswa akan saling berdebat untuk melakukan bagian yang mana terlebih dahulu dan kegiatan selanjtnya. Diskusi tersebut akan menentukan tahap kegiatan awal pembelajaran siswa. Dan kelima, guru berperan sebagai mediator dan sumber informasi bagi siswa yang mengalami kesulitan informasi untuk memecahkan masalah. Siswa taman kanak-kanak memiliki keterbatasan dalam mengolah infomasi di sekitar mereka sehingga peran guru menjadi sangat sentral dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam mengolah informasi yang ada untuk memecahkan masalah pembelajaran.(Mundiri & Zahra, 2017)

 

G. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Problem Based Learning.

Menurut Aris Shoimin (2014) kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut:

1. Peserta didik didorong untuk memiliki kemamuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

2.  Peserta didik memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

3. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini mengurangi beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan informasi.

4. Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok.

5. Peserta didik terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

6.  Peserta didik memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.  

7. Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

8. Kesulitan belajar peserta didik secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

            Menurut Aris Shoimin (2014) Kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut:

1. PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian pendidik berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

 

2. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman peserta didik yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

 

 

https://drive.google.com/file/d/1TLfQZa4zkNeaQN2RlOvv-tfqs9g3eAlJ/view?usp=sharing


Berlangganan di Blog CLS IKIP Siliwangi
Arsip
  • July 2022 (1)
  • April 2022 (1)
  • March 2022 (3)
  • February 2022 (1)
  • January 2022 (44)
  • December 2021 (1)
  • August 2021 (68)
  • July 2021 (140)